Tanggungjawab yang besar bagi seorang guru Kristian ialah menghubungkan muridnya dengan Allah. Hal itu amat penting sekali. Orang tidak akan mempunyai hubungan yang baik dengan dirinya sendiri atau dengan orang lain jika hubungannya dengan Allah belum sempurna. Hubungan itu merupakan satu-satunya dasar untuk mempersatukan hidup secara benar. Sebagaimana jarum bermagnet akan terus bergetar sampai menunjukan kutub utara demikian pula halnya dengan setiap manusia: ia akan terus hidup tanpa ketentuan sampai ia dihubungkan dengan Yesus. Kebenaran hanya dapat diwujudkan apabila seseorang itu bertaubat kepada Allah. Itulah dasar segala kemajuan yang susila. Segala kegiatan hidup harus dikendalikan dari pusat ini. Hal itu merupakan penyesuaian hidup yang terbesar. Benarlah pendapat beberapa orang bahawa masalah-masalah yang bertalian dengan seks dapat dipecahkan dengan perasaan takut akan Allah. Demikian pula segala hal yang berhubungan dengan soal kesusilaan dan perdamaian dunia. Maka Yesus ada berkata: “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaranNya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (Matius6:33) Ia ada juga berkata: “Jikalau kamu tidak bertaubat, kamu semua akan binasa atas cara demikian” (Lukas 13:3). Kepada Nikodemus yang terpelajar Yesus berkata: “Jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah” (Yohanes 3:3). Oleh sebab itu, Yesus Kristuslah yang pertama berusaha untuk membawa orang bertaubat kepada Allah. Itulah juga tugas kita yang terbesar sebagai seorang guru. Pengalaman pertaubatan ini dilukiskan sebagai suatu kelahiran, suatu kebangkitan, suatu hati yang baru, atau suatu cara pemikiran yang baru. Walaupun begitu pengalaman ini tidak sama bentuknya, bergantung kepada tabiat, umur, pendidikan dan taraf dosa seseorang itu masing-masing. Tetapi semuanya itu bertalian dengan hubungan yang selaras antara peribadi insani dengan peribadi ilahi.
Pengalaman pertaubatan itu mungkin terjadi dengan perasaan tenang sahaja, tetapi mungkin juga melalui pergolakan. Pertaubatan mungkin terjadi dengan tiba-tiba, tetapi mungkin pula dengan perlahan-perlahan. Pertaubatan itu mungkin lebih mengenai akal, emosi, ataupun kemahuan. Dan mungkin lebih merupakan penjauhan dari dosa, atau pedekatan kepada kebenaran. Pendek kata semua itu meliputi suatu penyerahan diri kepada Allah dan permulaan kehidupan Kristian. Pertaubatan itu menimbulkan satu tekad yang baru, minat yang baru, dan kegiatan yang baru. “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal dan budimu dan dengan segenap kekuatanmu”ialah nasihat Yesus kepada semua yang bertaubat dalam Markus 12:30. Itulah pengalaman yang mengubah dunia. Setiap guru Kristian hendaklah mengajar, dan berdoa dan bekerja dengan tujuan agar setiap muridnya menyerahkan hidup mereka kepada Allah secepat mungkin. Hendaklah setiap murid dipimpin, seperti anak yang hilang itu, sehingga ia akan berkata: “Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku”. (Lukas 15:18) Kita juga perlu memperbaiki perhubungan kita dengan orang ramai yang di sekitar kita. Kehidupan Kristian meliputi hubungan yang benar dengan Allah dan hubungan dengan orang lain. Sebenarnya kedua-dua hal itu tersimpul dalam suatu perintah yang dinyatakan oleh Yesus dalam Markus 12:31 di mana Dia berkata: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Ketika Yesus menekankan doktrin pahala dan akhirat, dinyatakanNya bahawa pahala itu berdasarkan kepada apa yang diperbuat orang kepada orang lain sewaktu di dunia, misalnya, memberi makanan kepada orang yang lapar, memberi pakaian kepada orang yang telanjang, dan berbuat baik kepada orang asing, orang sakit, dan orang di dalam penjara. Perkara ini dijelaskan oleh Yesus dalam Matius 25:35-36. Jikalau seorang berkata: ‘Aku mengasihi Allah,’ dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta.” ialah kesimpulan rasul Yohanes dalam 1 Yohanes 4:20.
Seharusnya kita diubah menjadi makhluk sosial, bukan peribadi yang masing-masing berdiri sendiri, tiada hubungan satu dengan yang lainnya. Kita harus mempunyai hubungan yang selaras dengan Allah, tetapi haruslah kita mempunyai hubungan yang selaras dengan manusia. Seorang pernah berkata: “Agama berhubungan erat dengan hubungan-hubungan, kecenderungan, dan perjuangan-perjuangan manusia secara timbal balik; ini tidak dapat dielakkan. Dan keagungan agama bukannya dalam kebesaran yang terpisah dari kehidupan, melainkan dalam kesanggupannya dalam mengatasi atau menguasai seluruh kehidupan.” Yesus berusaha menyelaraskan hubungan seorang dengan orang lain, melalui pertaubatan kepada Allah. Ia menghendaki kita berbuat hal yang sama.
Tugas menyelaraskan hubungan seorang dengan orang lain meliputi beberapa aspek. Salah satu yang ditekankan oleh Yesus adalah kasih, sebagaimana telah disebutkan dalam Pesan Agung itu. Yesus berkata dalam Yohanes 13:34: “Supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah megasihi kamu.” Yesus sedar bahawa kasih yang sejati dapat meruntuhkan segala macam rintangan. Yesus memperingatkan kita agar waspada terhadap perasaan benci. Ia bahkan berkata: “Berdoalah bagi mereka yang menganiayai kamu” (Matius 5:44). Hubungan yang selaras tidak mungkin terjalin apabila perasaan benci menguasai diri kita. Sesungguhnya perasaan benci itu merupakan benih pembunuhan. Salah satu hal yang amat ditekankan Yesus ialah hal mendamaikan orang. “Berbahagialah orang yang membawa damai, kerana mereka akan disebut anak-anak Allah” ialah pengisytiharan Yesus dalam Matius 5:9. Dan mengenai kesucian seks Ia berkata: “Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya” (Matius 5:28). Apakah hubungan kita dengan sesama manusia dipandu oleh prinsip-prinsip Yesus ini?
1 ulasan:
Hebat, bacaan in menguatkan rohani
Catat Ulasan